5/10/2013

4 Enter the Void (2009)


Sutradara: Gaspar Noe
Pemain: Nathaniel Brown, Paz de la Huerta, Cyril Roy

Setelah berhasil membuat syok para penikmat film melalui kekerasan yang ekstrim dan adegan pemerkosaan yang berlangsung sangat lama yang menjadi sajian utama dalam Irreversible, sepertinya belum cukup memuaskan ambisi Gaspar Noe. Dia sepertinya ingin melanjutkan hentakan mengejutkan itu lewat Enter the Void, sebuah karya ambisius yang berusaha menerobos batas film sebagai medium bagi kreatifitas: menyajikan film sebagai sebuah pengalaman visual yang tak terlupakan. Begitulah. Dengan pengambilan gambar yang seolah ingin menempatkan penonton dalam posisi seorang pecandu dan pengedar narkoba bernama Oscar, Enter the Void mencoba mengantar penonton – melalui distorsi ruang dan waktu, gemerlap permainan cahaya, persepsi dan halusinasi – mengarungi sebuah pengalaman yang berakar dari pertanyaan menggelitik tentang eksistensi manusia: seperti apakah keadaan paska kematian itu?

Meskipun terdapat poin-poin yang bisa membuat film terkesan menarik setidaknya dari segi aksi (pengedar narkoba, penari telanjang, bar mesum) jangan terlalu berharap pada ceritanya karena pada kenyataannya sangatlah sederhana. Oscar (Nathaniel Brown), seorang pecandu dan pengedar kelas teri, bersama adiknya Linda, seorang penari telanjang, tinggal dalam gemerlapnya dunia malam di Tokyo. Sebuah transaksi narkoba tak berlangsung lancar dan menyebabkan Oscar tertembak.

Ada ungkapan yang menyebut bahwa sesaat sebelum ajal menjemput, perjalanan hidup seseorang melintas dihadapannya. Setelah penembakan itu, sudut pandang kamera yang mewakili persepsi Oscar, dan juga penonton, berjalan-jalan tanpa mengenal batas ruang dan waktu, menyusuri jejak masa kecilnya, baik yang menyenangkan maupun yang traumatis, menelaah kejadian-kejadian sebelum terjadinya transaksi yang berakhir tragis dan melihat peristiwa yang terjadi setelah dirinya tertembak. Kurang jelas apakah rohnya yang melayang atau semua yang terjadi hanyalah bentukan dari pikirannya. Apapun itu, ini seperti perjalanan spiritual dari jiwa tanpa tubuh yang bisa jadi merupakan eksplorasi dari keadaan seseorang paska kematian. Dan ketika kamera menempatkan diri dalam sudut pandang roh Oscar (atau sesuatu semacam itu), kerja kamera benar-benar dimaksimalkan oleh Gaspar Noe. Mengambil sudut pandang seperti burung yang terbang melintasi kota dengan cepat, kemudian menerobos kabin pesawat, masuk ke dalam vagina seseorang yang sedang melakukan coitus, bahkan menerobos ke dalam pikiran seseorang. Sama sekali tak ada yang menghambatnya.

Berurusan dengan tema yang pelik tidak menjadikan Enter the Void dalam diskursus yang rumit, apalagi Noe menekankan film ini lebih ke aspek visualnya, terbukti dengan dialognya yang dangkal dan nyaris tak berisi. Durasinya yang lama dan banyaknya adegan-adegan yang bersifat repetitif, boleh jadi akan membuat penontonnya merasa lelah dan bosan. Perkecualian mungkin adegan kecelakaan yang diulang beberapa kali sehingga memunculkan kesan traumatis yang mendalam pada karakter tokohnya. Akting Paz de la Huerta yang monoton, jika tak mau dibilang sangat kurang meyakinkan, dan sepertinya hanya bersandar pada pakaiannya yang selalu kekurangan bahan, menjadi titik lemah bagi film ini. Meskipun begitu, usaha sang sutradara untuk selalu menyajikan pengalaman yang unik, kreatif dan berbeda dari yang lain, layak untuk diapresiasi. Seperti Irreversible, film ini juga akan menghasilkan opini penonton yang terbelah. Di satu sisi akan ada yang menyukainya setengah mati, di sisi lain akan ada yang merasakan kebosanan akut sampai-sampai dia berharap lebih baik mati saja daripada menyelesaikan menonton Enter the Void.
 

Kala Ireng Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates