3/29/2013

0 Tales from the Golden Age (2009)


Judul asli: Amintiri din epoca de aur
Sutradara: Cristian Mungiu, Hanno Hofer, Constantine Popescu, Ioana Uricaru, Razvan Marculescu
Pemain: Alexandru Potocean, Avram Birau, Vlad Ivanov, Ion Sapdaru, Diana Cavallioti

Seekor babi meledak ketika hendak dimasak, pemalsuan foto yang gagal, dua remaja mengaku sebagai pegawai penguji polusi udara untuk mendapatkan botol bekas, seorang aktivis naif yang mencoba memberantas buta aksara, beberapa sketsa itu adalah bagian dari sebuah omnibus tentang keadaan masyarakat Rumania selama 15 tahun terakhir dalam cengkeraman rezim Nicola Ceausescu, yang oleh otoritas disebut sebagai era keemasan. Tales from the Golden Age merupakan rangkuman mitos-mitos urban yang diolah Cristian Mungiu bersama empat sutradara lain dan dikemas dalam bentuk komedi gelap. Film ini sedikit banyak mengikuti tema film Mungiu pemenang Palm d’Or 2007, 4 Months 3 Weeks and 2 Days, dengan mengedepankan absurditas kehidupan masyarakat dibawah pemerintahan otoriter.

Ada enam kisah, masing-masing disebut dengan istilah “legenda,” yang semua skenarionya ditulis oleh Mungiu: Legenda Kunjungan Resmi, Legenda Fotografer Partai, Legenda Seorang Aktivis Tekun (di sebagian rilis tidak dimasukkan), Legenda Polisi Tamak, Legenda Penjual Udara, dan Legenda Sopir Truk Ayam. Empat kisah pertama dikenal juga dengan Tales of Authority, sedang 2 yang terakhir sebagai Tales of Love.

Seperti tersirat dalam sub judulnya, empat kisah pertama yang durasinya lebih pendek, menitikberatkan pada bagaimana bentuk represi totalitarian itu masuk dan mempengaruhi tingkah laku masyarakatnya. Dalam bentuknya yang paling ekstrim dijumpai pada “Legenda Kunjungan Resmi.” Sebuah desa tengah mempersiapkan kunjungan tamu internasional dari berbagai negara. Dalam satu komando dari pusat, mereka memoles tampilan luar sedemikian rupa sampai ke rincian terkecil – burung merpati yang harus berwarna putih, arak-arakan domba dan bukan sapi (karena ada delegasi dari India), warna dari hiasan. Semua itu dilakukan semata demi pencitraan. Pencitraan dilakukan tak hanya untuk mengesankan dunia internasional, tetapi juga dilakukan terhadap masyarakatnya sendiri, seperti yang terlihat dalam “Legenda Fotografer Partai.” Namun sebuah kesalahan dalam memalsukan foto Ceausescu diikuti usaha untuk melestarikan pencitraan justru mengakibatkan munculnya mitos baru: untuk pertama kalinya surat kabar partai tak diterbitkan pada hari itu. Ironisnya, semua pencitraan itu dilakukan untuk menutupi kebohongan. Dalam realitasnya, bahkan untuk sekedar mendapatkan barang kebutuhan pokok – daging babi untuk menyambut Natal dan telur untuk Paskah – sangat sulit. Dan ketika seorang polisi mendapat kiriman babi hidup menjelang Natal, hal itu bukannya berkah tapi justru menjadi musibah.

Meskipun mampu mendeskripsikan dengan jernih bentuk represi dan paranoia yang terjadi di masyarakat, durasi pendek dari empat kisah anekdot tersebut membuat eksplorasi temanya menjadi kurang mendalam, dibandingkan dua kisah Tales of Love yang lebih sublim, terutama “Legenda Sopir Truk Ayam.” Kisah yang terakhir ini sepertinya bisa mewakili keseluruhan antologi ini. Bagaimana aturan sekecil apapun, apabila dilanggar, konsekuensinya sangat besar.

Hadir sebagai bagian dari perayaan 20 tahun kejatuhan rezim Ceausescu, Tales from the Golden Age sepertinya ingin mengenang masa-masa kelam tersebut dengan cara menertawakannya. Humor, lebih spesifik lagi adalah humor gelap, bisa jadi merupakan cara untuk melihat semua kesengsaraan di masa lalu tanpa merasa marah atau sedih, dan dengan begitu, hantu masa lalu itu akan tetap diingat dan dijadikan pelajaran kedepannya.

3/15/2013

2 The Sweet Hereafter (1997)


Sutradara: Atom Egoyan
Pemain: Ian Holm, Sarah Polley, Bruce Greenwood, Gabrielle Rose

Apa yang kita harapkan dapat diperoleh dari menonton sebuah film? Sebuah pertanyaan sederhana yang terkadang jawabannya lebih rumit dari yang dibayangkan. Film, yang baik tentu saja, bisa menyajikan banyak hal, pengalaman tentang kehidupan dan juga kematian, tentang harapan dan kecemasan, tentang psikologi manusia dan bagaimana mereka bereaksi secara emosional terhadap semestanya, dan lain sebagainya. Secara sederhana, sebuah film bisa menyajikan pengalaman yang mengayakan batin. Jika ini yang kita cari, The Sweet Hereafter, sebuah karya luar biasa dari sutradara Atom Egoyan yang diangkat berdasarkan novel Russel Banks, patut untuk dicermati.

Mengambil tempat di sebuah kota kecil di Kanada, dengan hamparan putih salju yang mendominasi lanskapnya dan langit kelabu yang menggantung di cakrawala, kita langsung dibawa menuju suasana terpencil dan, sedihnya, penuh kemuraman. Sebuah kecelakaan tragis baru saja terjadi. Kecelakaan itu merenggut nyawa hampir semua anak kecil di kota itu kecuali seorang, tapi korban sesungguhnya dari tragedi itu adalah mereka yang selamat dan para orangtua yang kehilangan. Ya, eksplorasi kedukaan orang-orang yang ditinggalkan adalah motif utama film ini. Bagaimana mengatasi kehilangan dan emosi yang muncul sebagai bentuk ekspresi kedukaan bermacam-macam. Ada yang menuangkannya dalam bentuk kemarahan, sebagian putus asa, sebagian lagi menyalahkan diri sendiri.

Adegan dibuka dengan sangat sublim. Sebuah keluarga – ayah, ibu dan bayi mereka – tertidur di lantai. Kamera melihat dari atas bentuk paling sederhana dari keintiman kehidupan privat itu, dan menempatkan penonton dalam kerangka sebagai seorang pengganggu. Tapi kemudian, sosok pengganggu itu diwujudkan dalam bentuk seorang pengacara, Mitchel Stephens (Ian Holm), yang datang ke kota itu untuk membujuk para orangtua agar mengajukan tuntutan hukum kepada pihak-pihak yang disinyalir, secara langsung maupun tidak, menyebabkan terjadinya kecelakaan itu. Pada awalnya terkesan dia adalah sosok yang dingin, dan semata datang sebagai seorang, katakanlah, pengambil keuntungan dari kemalangan orang lain. Meskipun di awal-awal disajikan percakapannya dengan putri satu-satunya yang bermasalah, barulah sepanjang film kita mengetahui bahwa uang bukanlah tujuan utamanya. Melalui sorot matanya, kita bisa tahu dilema yang dihadapinya, dan semacam perasaan kehilangan yang sama seperti yang dirasakan oleh para orangtua yang anak-anaknya meninggal dalam kecelakaan itu. Usaha untuk mengajukan tuntutan itu bisa dipandang sebagai sebuah “penebusan” atau, setidaknya, sebuah cara untuk mengatasi masalahnya sendiri.

Kunci dari kasus ini adalah kesaksian korban yang selamat, si remaja Nicole Burnell, yang diperankan dengan sangat menawan oleh Sarah Polley. Kecelakaan itu tidak hanya merenggut kemampuannya berjalan tetapi juga masa depannya. Sebelum terjadinya kecelakaan, masa depan gemilang seperti sudah menantinya. Tapi dalam sekejap saja, tiba-tiba dia seolah kehilangan segalanya, termasuk “kasih sayang” ayahnya yang berlebihan. Kecewa dan putus asa, tapi apa yang bisa dilakukannya? Pada titik tertentu, dia akhirnya mengambil jalan seperti tokoh dongeng anak-anak dalam cerita yang pernah diceritakan olehnya sekaligus mengingkari janjinya sendiri untuk tak berkata bohong.

Dengan narasi yang disampaikan secara mozaik namun tak membingungkan (salah satu kelebihan film ini), Egoyan membawa kita mengarungi sisi psikologis manusia di tengah duka. Kita melihat bagaimana hancurnya perasaan Dolores, sang sopir bus, saat menyadari semua anak-anak itu bagaikan anak-anaknya sendiri yang tak dimilikinya. Atau bagaimana melanjutkan hidup setelah segala yang dimiliki menghilang. Bagi Nicole, melakukan sebuah aksi balas dendam yang manis, tapi sekaligus menyakitkan. Dan bagi Billy Ansel, yang kehilangan dua anak kembarnya, itu sama artinya dengan stagnasi, dan yang bisa dilakukannya hanyalah mempertahankan masa lalu. Baginya, masa depan itu sudah tak ada. Karena itu, tuntutan class action itu tak diperlukan dan sang pengacara dianggap sebagai seorang pengganggu saja. Jika tuntutan itu terealisasi, dia sadar bahwa relasi di antara masyarakat akan berubah. Tapi meskipun tuntutan itu gagal, kita semua tahu bahwa pada akhirnya perubahan itu tetap tak bisa dihindari.
 

Kala Ireng Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates